Oleh : Farid Nu’man Hasan
Gedung DPR-RI |
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum. Wr.Wb. Pak ust, saya pernah baca dalam Siyasah
Syar’iyah (politik yang berlandaskan syariat), bahwa yang layak terjun ke
dalam dunia politik dan menjadi umara (para pemimpin) adalah para ulama,
bukan orang yang awam tehadap agama?
Jawab:
Wa ‘Alaikum Salam Wr Wb. Bismillahirrahmanirahim.
Ya, seharusnya demikian. Dalam urusan politik dan manajemen kenegaraan
harusnya diserahkan kepada ahli ilmu (ulama) sebagaimana pada awal-awal Islam.
Dahulu, para Khalufa’ur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali),
selain seorang pemimpin mereka juga adalah ulama di kalangan sahabat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Umar bin Abdul Aziz, seorang
mujtahid, dan pembaharu abad pertama dalam Islam. Dia juga seorang khalifah.
Namun, zaman telah berubah, ketika semangat keberagamaan melemah, otomatis
politik yang diterapkan saat ini bukanlah siyasah syar’iyah (politik
yang sesuai syariat). Melainkan politik kepentingan, politik Machiavelli yang tubarritul
washilah (menghalalkan segala cara) untuk melanggengkan kekuasaan.
Para politisi zaman ini umumnya bukanlah orang yang faham agama, baik pokok
dan cabangnya. Mereka umumnya adalah para Ar Ruwaibidhah yang
diisyaratkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ
فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ
وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا
الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam
bersabda: “Akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh kedustaan, saat itu
pendusta dipercaya, sementara orang jujur malah didustakan, saat itu para
pengkhianat diberi amanah, sedangkan orang yang menjaga amanah justru
dikhianati , dan saat itu para Ar Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang
bertanya: “Apakah Ar Ruwaibidhah itu?” Rasulullah menjawab: “Seseorang
yang bodoh tapi sok mengurus urusan orang banyak.”
Justru anehnya, ketika ulama ingin terjun dalam dunia politik, -selain
memang politik adalah salah satu sisi yang diatur oleh Islam-, mereka
ingin mencoba menerapkan moralitas politik berbasiskan syariat. Namun, justru
mereka dicela, dituduh menjual agama, meninggalkan ‘kandang’ (maksudnya
harusnya mereka mengurus permasalahan pesantren saja). Padahal dibalik celaan
itu, orang-orang itu takut kalau-kalau kezaliman mereka dibongkar oleh para
ulama. Namun demikian, politik saat ini merupakan ranah yang amat berbahaya
buat orang shalih dan alim. Mereka bisa berubah lantaran godaan dunia yang
sangat terbuka ketika masuk ke gelanggang politik. Ini juga barangkali
kekhawatiran sebagian orang jika ulama masuk ke dunia yang penuh getah seperti
politik.
Dalam institusi Daulah Islamiyah yang establish, ada yang dinamakan Ahlul
Halli wal Aqdi (semacam parlemen). Orang-orang yang layak mendudukinya
adalah harus alim, ahli ijtihad, taqwa, dan berwibawa. Demikianlah karakter ahlusy
syura yang dipilih oleh Khalifah Umar pada akhir masa jabatannya. Artinya,
keulamaan seseorang sangat menentukan layak tidaknya dia dimasukkan ke
dalamnya.
Apa Kata Al Quran?
Allah Ta’ala berfirman:“Wahai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah
dan taatlah kepada Rasul, dan ulil Amri di antara kalian..” (QS. An
Nisa (4): 59)
Siapakah Ulil Amri yang dimaksud oleh ayat ini? Imam Ibnu Katsir
Rahimahullah menjelaskan: “Berkata Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu
‘Abbas: “Dan Ulil Amri di antara kalian” artinya ahli fiqih dan agama.
Begitu pula menurut Mujahid, Atha’, Hasan Al Bashri, dan Abu al ‘Aliyah: “Dan
Ulil Amri di antara kalian” artinya ulama.” (Imam Ibnu
Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2/345. Darun Nasyr wat Tauzi’)
Sedangkan Imam Ibnu Katsir sendiri mengartikan ulil amri
adalah umara (para pemimpin) dan ulama. Berdasarkan
hadits Bukhari dan Muslim berikut:
من أطاعني فقد أطاع الله، ومن عصاني فقد عصا الله، ومن أطاع أميري فقد
أطاعني، ومن عصا أميري فقد عصانى
“Barangsiapa yang taat kepadaku, maka dia telah taat kepada Allah,
barangsiapa yang membangkang kepadaku maka dia telah membangkang kepada Allah,
barangsiapa yang mentaati amir (pemimpin)ku, maka dia taat kepadaku, dan
barangsiapa yang membangkang kepada pemimpinku maka dia telah membangkang
kepadaku.”
Demikianlah makna ulil amri. Para ulama salaf mengartikan ulama, ahli agama,
dan ahi fiqih. Merekalah yang dahulu memainkan peran dalam sistem perpolitikan
Islam pada masa’masa awal.
Apa kata hadits?
Dalam berbagai artikel sudah kami sampaikan bahwa politk adalah warisan
kenabian. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاء
“Adalah Bani Israel bahwa mereka disiyasahkan (diatur,
dipimpin, diperintah) oleh para nabi.” (HR. Bukhari No. 3268 dan
Muslim No.1842)
Jadi politik (siyasah) adalah warisan kenabian, karena dahulu para nabi
telah mensiyasahkan Bani Israil. Bukan orang awam yang mengatur dan
memerintahkan mereka, tetapi para nabi ‘Alaihim As Shalatu was Salam.
Maka, para ulama sebagai warasatul anbiya, sebenarnya lebih layak
berpolitik. Tetapi, kondisi saat ini adalah kondisi penuh fitnah,
sekulerisme yang lebih kuat, kondisi di mana umat Islam tidak lagi percaya
dengan ulama, suka meledek ulama. Mereka baru bertanya kepada ulama ketika ada
urusan wanita haid, nifas, dan penentuan awal ramadhan dan akhirnya.
Tetapi urusan kenegaraan, urusan politik, urusan hukum, urusan hudud, urusan
hubungan antara negara, dan urusan besar lainnya. Ulama ? No Way!!
Ada juga kelompok yang mengaku pejuang da’wah Islam yang amat antipati pada
politik. Anehnya meraka merasa sangat ‘Islami’ dengan sikapnya itu,
padahal sikap tersebut berawal dari pemahaman yang kurang utuh dan kajian
yang kurang mendalam terhadap agama.
Dalam Islam, ahli agama bukanlah rohaniawan yang hanya mengurus rohani,
itulah ruhbaniyah, itulah nasrani. Dalam Islam, sebagai agama yang syumul
(lengkap), ahli agama adalah mengatur banyak hal aspek kehidupan umatnya, oleh
karena itu dia disebut ‘ulama.’ Bukan rohaniawan.
Wallahu A’lam
(Al-intima.com)